Kebijakan-Kebijakan Pada masa Dinasti Umayyah
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dengan berakhirnya kekuasaan
khalifah Ali bin Abi Thalib, maka lahirlah kekuasaan bani Umayyah. Pada periode Ali dan khalifah sebelumnya pola kepemimpinan
mengikuti ketauladanan nabi. Para khalifah dipilih melalui musyawarah. Ketika
mereka menghadapi kesulitan-kesulitan, maka mereka mengambil kebijakan langsung
melalui musyawarah, hal ini berbeda dengan masa setelah Khulafur Rasyidin atau
masa dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya, yang dimulai pada masa dinasti
bani Umayyah adapun bentuk pemerintahannya adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan
bersifat feudal (penguasaan tanah/ wilayah, atau turun temurun). Untuk
mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter, adanya unsur
kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya musyawarah
dalam pemilihan khilafah.
B. Rumusan Masalah
a.
Apa saja kebijakan yang dilakukan para khalifah pada masa dinasti
Umayyah ?
b. Seperti apa perkembangan lembaga
pendidikan islam pada masa dinasti Umayyah ?
c. Apa saja madrasah/universitas pada masa dinasti Umayyah?
C. Tujuan Penulisan
a.
Untuk
mengetahui apa saja kebijakan yang dilakukan khalifah pada masa dinasti Umayyah.
b.
Untuk
mengetahui perkembangan lembaga pendidikan islam pada masa itu.
c.
Untuk mengetahui sekolah
apa saja yang ada pada masa itu.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kebijakan-Kebijakan Pada masa Dinasti Umayyah
Secara umum kemajuan-kemajuan yang telah dilakukan oleh dinasti
umayyah adalah perluasan daerah kekuasaan islam,pertumbuhan partai-partai
politik, penyusunan organisasi negara dan pemerintahan.Dalam masa yang kurang
se abad itu islam telah tersebar hampir mengenai separuh dunia .Dan tak sampai
dua abaddari detik kelahirannya bendera islam telah berkibar antara pegunungan
Pyrenia dan Himalaya, antara padang pasir ditengah asia sampai ke padang pasir
di benua Afrika.[1]
Pada masa dinasti umayyah terdapat berbagai kebijakan yang
dilakukan oleh para khalifah, yang menyebabkan berkembangnya sistem
pemerintahan.Diantara kebijakan yang dilakukan adalah :
1.
Pemisahan kekuasaan
Terjadi
dikotomi antara kekuasaan agama dan kekuasaan politik.
2.
Pembagian wilayah
Wilayah kekuasaan terbagi dalam 10 propinsi, yaitu Syiria dan
Palestina, Kuffah dan Irak, Basrah, Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman,
Nadj, dan Yamamah, Arenia, Hijaz Karman dan India, Agypt, Ifriqiyah, Yaman dan
Arab Selatan serta Andalusia.
3.
Bidang Administrasi Pemerintahan
Organisasi tata usaha negara terbecah ke dalam bentuk dewan. Departemen pajak dinamakan
dengan Dewan al Kharaj , departemen pos dinamakan dengan diwan rasail,
departemen yang menangani berbagai kepentingan umum dinamakan dengan diwan
musghilat, departemen dokumen negara dinamakan dengan diwan al khatim.
4.
Organisasi Keuangan
Organisasi keuangan masih terpusat
pada Baitulmaal yang asetnya diperoleh dari pajak tanah, perorangan bagi non
muslim. Pencetakan uang dilakukan masa khalifah Abdul Malik Ibn Marwan.
5.
Organisasi Ketentaraan
Umumnya
yang boleh menjadi tentara adalah warga Arab atau keturunan Arab.
6.
Organisasi Kehakiman
Organisasi
ini sudah ditata secara baik dan professional.
7.
Bidang sosial dan budaya,juga berkembang dengan pesat.
8.
Bidang seni dan sastra
Pada masa khalifah Khalifah Abdul Malik Ibn Marwan terjadi
keseragaman bahasa,semua bahasa daerah terutama dalam bidang administrasi
diseragamkan dengan menggunakan bahasa Arab.
9.
Bidang Seni Rupa
Seni rupa yang berkembang hanya seni ukir dan pahat, hal ini,
terlihat pada khaligrafi (khat Arab) sebagai motifnya.
10. Bidang Arsitektur
Bukti berkembangan arsitektur islam,
terlihat pada kubah al-Sakhra di Baitul Maqdis, yaitu kubah batu yang didirikan
pada masa khalifah Abdul Malik ibn Marwan pada tahun 691 M.[2]
B.
Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Umayyah
1.
Para khalifah yang memberikan dorongan dalam bidang pendidikan
Diantaranya para khalifah yang
memberikan dorongan dalam bidang pendidikan adalah:
a.
Umayyah ibn Abi Syufyan
HR Gibb mengatakan bahwa Muawiyah
sangat concern terdapat pendidikan anak. Mereka diajar membaca, menulis,
berhitung, berenang, belajar al-qur’an dan Ibadat. Orang yang termarsyur
seperti al Hajjaj, penyaor Kumait, dan Tirimah dikatakan adalah guru-gurunya.
b.
Abdul Malik Ibn Marwan
Abdul Mlik Ibn Marwan berpesan
kepada para pendidik anak-anaknya: Ajarkanlah kepada mereka berkata benar,
disamping mengajarkan al-qur’an jauhkanlah mereka dari orang-orang
jahat, karna orang-orang jahat itu tidak mengindahkan perintah dan tidak
berlaku sopan. Ajarkan kepada mereka syair agar mereka mulia dan berani.
c.
Hisyam ibn Abdul Malik
Berkata Hisyam kepada anaknya Engkau
telah kuangkat menjadi pendidiknya. Pertama kali yang saya nasehatkan kepadamu
agar kamu melatihnya dengan membaca kitab Allah, kemudian riwayatkan kepadanya
syair-syair yang baik dan hendaklah diketahuinya mana yang halal dan yang
haram,begitu juga pidato-pidato dan cerita penyenangan supaya diajarkan
kepadanya.
d.
Umar ibn Abdul Aziz
Umar ibn Abdul Aziz adalah khalifah
yang sangat shaleh dan zuhud. Dia rendah hati dan dia melarang orang-orang
mengutuk dan mencela Ali . Ia sangat memikirkan kepentingan umat dari pada
dirinya sendiri.Pada masanya pendidikan sangat berkembang.[3]
2.
Pola dan Lembaga Pendidikan pada Masa Dinasti Umayyah
a.
Pola Pendidikan
Pada
masa ini pola pendidikan bersifat desentralisasi,tidak memiliki tingkatan dan
standar umum. Kajian keilmuan yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus,
Kuffah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova, dan bebrapa kota lainnya.
b.
Lembaga Pendidikan
Diantara lembaga pendidikan yang berkembang pada masa dinasti
umayyah yaitu:
1)
Kuttab
Kutab sebenarnya sudah ada
semenjak masa khulafa’ al ra-syidin, namun pada masa ini kutab
dilaksanakan di dekat masjid dan gurunya tidak dibayar. Pada masa khalifah
Muawwiyah,kutab bukan hanya di dekat masjid tetapi juga dirumah guru dan
di istana.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya adalah
dalam keadaan sederhana, yaitu:
a. Belajar membaca dan menulis
b. Membaca Al-Qur’an dan menghafalnya
c.
Belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan
sebagainya.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi
terdiri dari:
a. Al-Qur’an dan tafsirannya.
b. Hadis dan mengumpulkannya.
c. Fiqh (tasri’).
2. Mesjid
Setelah pelajaran anak-anak di khutab selesai
mereka melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah yang dilakukan di
masjid. Peranan Masjid sebagai pusat
pendidikan dan pengajaran senantiasa terbuka lebar bagi setiap orang yang
merasa dirinya tetap dan mampu untuk memberikan atau mengajarkan ilmunya kepada
orang-orang yang haus akan ilmu pengetahuan.
Pada
Dinasti Umayyah, Masjid merupakan tempat pendidikan tingkat menengah dan
tingkat tinggi setelah khuttab.
3.
Majelis Sastra
Majelis sastra
merupakan balai pertemuan yang disiapkan oleh khalifah dihiasi dengan hiasan
yang indah, hanya diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama terkemuka. Menurut M. Al Athiyyah Al Abrasy “Balai-balai
pertemuan tersebut mempunyai tradisi khusus yang mesti diindahkan seseorang
yang masuk ketika khalifah hadir, mestilah berpakaian necis bersih dan rapi,
duduk di tempat yang sepantasnya, tidak tertawa terbahak-bahak, tidak meludah,
tidak mengingus dan tidak menjawab kecuali bila ditanya.
4. Istana
Pendidikan Istana, yaitu pendidikan yang diselenggarakan dan
diperuntukkan khusus bagi anak-anak khalifah dan para pejabat pemerintahan.
Kurikulum pada pendidikan istana diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang
kendali pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan
kebutuhan pemerintah, maka kurikulumnya diatur oleh guru dan orang tua murid.
5. Badiah
Pendidikan Badiah, yaitu tempat belajar bahasa arab yang fasih dan murni.
Hal ini terjadi ketika khalifah Abdul Malik ibn Marwan memprogramkan arabisasi
maka muncul istilah badiah, yaitu dusun badui di Padang Sahara mereka masih
fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa arab tersebut. Sehingga banyak khalifah
yang mengirimkan anaknya ke badiah untuk belajar bahasa arab bahkan ulama juga
pergi ke sana di antaranya adalah Al Khalil ibn Ahmad.
6. Perpustakaan
Pendidikan Perpustakaan, pemerintah dinasti umayyah mendirikan
perpustakaan yang besar di Cordova pada masa khalifah Al Hakam ibn Nasir.
7. Barismatan
Bamaristan, yaitu rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta
tempat studi kedokteran. Cucu Muawiyah Khalid ibn Yazid
sangat tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta
dan memerintahkan para sarjana yunani yang ada di Mesir untuk menerjemahkan
buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa arab. Hal ini menjadi terjemahan
pertama dalam sejarah sehingga al Walid ibn Abdul Malik memberikan perhatian
terhadap bamaristan
c.
Pengembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Dinasti Umayyah
Pada masa Dinasti Umayyah ilmu pengetahuan juga berkembang, hal ini
didukung oleh para khalifah dan meningkatkan perekonomian negara.
Diantara ilmu pengetahuan yang
berkembang pada masa itu adalah:
1)
Ilmu Agama, seperti Al-Qur’an, Hadist, dan fiqih.
Proses pembukuan Hadist terjadi pada masa khalifah Umar Ibn Abdul Aziz
(99-10 H) sejak saat itulah hadist berkembang sangat pesat.
2)
Ilmu sejarah dan geografi yaitu segala ilmu yang membahas tentang
perjalanan hidup, kisah dan riwayat.
3)
Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari
bahasa, nahu, saraf dan lainnya.
4)
Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang umumnya berasal dari bangsa
asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang
berhubungan dengan itu, dan ilmu kedokteran.
5)
Seni sastra Arab, juga berkembang dengan baik.
6)
Seni kaligrafi dan seni arsitektur juga berkembang.Slah satu
arsitektur yang indah adalah istana (Qushair)Amrah tempat istirahat di
Padang Pasir.[4]
C.
Sekolah/ Universitas pada masa Dinasti Umayyah
Perluasan
negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan
perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang
turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota
besar.
Madrasah-madrasah
yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1. Madrasah Mekkah
Guru
pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az
bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam
Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke
Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan
sastra. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur
seluruh negeri Islam
2) Madrasah
Madinah
Madrasah
Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat
tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama
terkemuka.
3) Madrasah
Basrah
Ulama
sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik.
Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an.
Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai
ahli fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf.
4) Madrasah
Kufah
Madrasah
Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah,
Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka
itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah.
5) Madrasah
Damsyik (Syam)
Setelah
negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak
memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah
itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat
ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai
ke Magrib dan Andalusia.[5]
6.
Madrasah Fistat (Mesir)
Setelah Mesir
menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula
madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat
(Mesir lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan
saja menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari Nabi S.A.W., melainkan juga dituliskannya
dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf meriwayatkan hadis-hadis
itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu banyak sahabat dan tabi’in
meriwayatkan hadis-hadis dari padanya.
Baca Juga : Lembaga Pendidikan Pada Masa Awal Islam
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dinasti umayyah
berkuasa cukup lama. Kebijakan dan perubahan yang dilakukan oleh para khalifah
tersebut menjadi pelajaran penting bagi pemimpi-pemimpin islam saat ini.
Dinasti umayyah dalam pengembangan pola pendidikan islam memang masih sama dengan
periode sebelumnya tetapi sudah ada reformasi yang dilakukan baik dari segi
kurikulumnya maupun tata cara yang dilakukan oleh para pendidiknya. Salah satu
kemajuan yang pendidikan selama pemerintahan bani umayyah yakni pengembangan
kurikulum pengajaran dan pendidiknya meskipun hal-hal tersebut belum terlalu
formal seperti saat sekarang ini. Pembangunan sarana prasarana
pendidikan baik pendidikan di khutab,ruang sastra dan bahasa, perpustakaan
serta rumah sakit untuk praktik bagi calon dokter sudah tersedia pada saat itu.
Kemajuan pengetahuan dan pembaharuan sistem pendidikan pada zaman daulah bani
umayah sudah terlihat. Karena pemerintah bani umayyah menaruh perhatian yang
sangat dalam bidang pendidikan.
B.
Saran
Menyadari bahwa
penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan
details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang
lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Niswah, Choirun. 2006. Sejarah Pendidikan Islam. Palembang: Rafa
Press
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. Ensiklopedia Islam 5. Jakarta:
PT ichtiar Buru Van Hoeve. 1999
Yatim,Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Prof. DR. H. Ramayulis. 2011. Sejarah Pendidikan Islam.
Jakarta: Kalam Mulia
[1] Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2008), h 49
[2] Prof. DR. H. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kalam Mulia, 2011), h 69
[3]Loc. cit., hlm 71
[4]Loc. cit., hlm 73
[5] Prof. DR. H. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kalam Mulia, 2011), h 111
Post a Comment