Hadist tentang Karakter dan Sifat Peserta Didik, Karakter Menerima Pelajaran dan Pemerhati Ilmu



BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

       Islam menganjurkan kepada manusia untuk mencari ilmu sebagai bekal mengatasi segala permasalahan hidup dan juga membimbing umatnya supaya berakhlak mulia serta berilmu pengetahuan. Menuntut ilmu merupakan kewajian di mana saja dan kapan saja, karena ilmu merupakan penyelamat di dunia dan bekal di akhirat kelak. Jika manusia belum memiliki ilmu, dalam Islam dianjurkan untuk bertanya kepada mereka yang memiliki ilmu tersebut.

sebagaimana sabda Nabi Saw;

طلب العلم فرىضة على كل مسلم ومسلمة   

 “Menuntut ilmu itu fardu atas setiap muslimin dan muslimat

Berdasarkan alasan dan ajaran Islam tersebut, para ahli pendidikan Islam sejak dahulu sehingga sekarang secara serius melaksanakan proses pendidikan dalam upaya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Menurut Aminuddin Rasyad, bahwa Islam menginginkan manusia individu (guru dan murid) dan masyarakat menjadi orang-orang yang berpendidikan. Berpendidikan berarti berilmu, berketerampilan, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, pandai bermasyarakat dan bekerjasama untuk mengelola bumi dan alam beserta isinya untuk kesejahteraan umat di dunia dan akhirat serta dekat dengan Khalik-nya.

Suatu hal yang penting diketahui oleh seorang pendidik atau calon pendidik adalah sikap dan karakter anak didik. Anak didik di sekolah yang dihadapi guru sudah membawa karakter yang terbentuk dari lingkungan rumah tangga atau lingkungan masyarakat yang berbeda. Ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang patuh dan ada juga yang tidak patuh, dan seterusnya. Mengetahui latar belakang dan karakter anak didik menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan alat pembelajaran, pendekatan dan metodenya yang akan dilakukan oleh seorang guru sehingga tujuan pendidikan akan tercapai dengan mudah. Sikap dan karakter anak didik ini dapat diubah darn dibentuk sesuai dengan keinginan dan tujuan pendidikan. Di sinilah peran guru, orang tua dan masyarakat yang amat penting dalam membentuk lingkungan anak didik yang baik dan saling mendukung

B.       Rumusan Masalah

1.      Bagaimana sikap duduk di majelis?

2.      Bagaimana karekter menerima pelajaran?

3.      Apa hadist tentang tidak melalaikan pelajaran?

4.      Apa hadist tentang pemerhati ilmu?

C.      Tujuan

1.      Untuk mengetahui sikap didik di majelis.

2.      Untuk mengetahui karakter menerima pelajaran

3.      Untuk mengetahui hadist tentang tidak melalaikan pelajaran

4.      Untuk mngetahui hadist tentang pemerhati ilmu

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.      Hadist-Hadist  tentang Karakter dan Sifat Peserta Didik

              Suatu  hal yang penting diketahui oleh seorang pendidik atau calon pendidik adalah sikap dan karakter anak didik. Adapun etika dan karakter anak didik yang disebutkan dalam hadist yaitu sikap anak didik duduk di kelas dalam proses pembelajaran, karakter dalam menerima pelajaran, tidak melalaikan pelajaran, dan pemerhati ilmu.

1.      Sikap Duduk Di Majelis

عَنْ أَبيِ وَاقِدٍ اللَّيْشِيِّ أَنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم بَيْنَمَا هُوَ جَالِسٌ فِي الْمَسْجِدِ وَالنَّاسُ مَعَهُ إِذْ أَقْبَلَ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ فَأَقْبَلَ اثْنَانِ إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم وَذَهَبَ وَاحِدٌ قَالَ فَوَقَفَا على رسول الله صلى الله عليه وسلم فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِي الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيْهَا وَأَمَّا الآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَدْبَرَ ذَاهِبًا فَلَمَّا فَرَغَ رسول الله صلى الله عليه وسلم قَالَ أَلاَ أُخْبِرُكُمْ عَنْ النَّفَرِ الثَّلاَثَةِ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلىَ الله فَآوَاهُ الله وَأَمَّا اْلآخَرُ فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَاالله مِنْهُ وَأَمَّاالآخَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ الله عَنْهُ ( متفق عليه )

a.      Terjemahan 

            Dari Abu Waqid al- Laytsiy ( al- Haris bin’Awf ) r.a. bahwasanya Rasulullah SAW pada suatu ketika duduk bersama para sahabat di dalam masjid. Tiba – tiba datang tiga orang, dua diantaranya menuju Rasulullah SAW dan yang seorang pergi begitu saja. Kedua orang tersebut berhenti di hadapan Rasulullah SAW, salah satu dari mereka melihat tempat kosong di majelis halakah ( majlis berbentuk melingkar dari depan), yang lain duduk di belakang mereka dan yang ketiga berpaling meninggalkan majelis tersebut. Setelah selesai majelis Rasulullah bersabda: “ maukah kalian aku beritahu tentang ketiga orang tersebut? Adapun salah satu mereka berlindung  ( mendekat ) kepada allah, maka allah pun memberikan tempat kepadanya. Adapun yang kedua merasa malu, maka Allah pun menghargai malunya dan yang lain berpaling , maka Allahpun berpaling daripadanya.” ( HR. Muttafag Alayh).

b.      Kosa kata ( mufradat )

·         ثلاثة نفر : tiga orang laki- laki, kata nafar berjumlah antara 3-10

·         فرجة     : tempat kosong

·         الحلقة    : majelis yang terbentuk melingkar seperti lingkaran tengahnya kosong

·         فأدبر      : kembali, pulang

·         فرغ       : selesai

·         فأوى    : berlindung di tempat yang kosong, maka allah memuliakannya

·         فاستحيا   : malu tidak mau duduk di depan karena kesempitan, allah allah memuliakannya dan tidak merendahkankan

·         فأعرض   : berpaling, pulang.

c.       Penjelasan ( syarah hadist )

Pada hadist ini menjelaskan bahwa Rasulullah SAW mempunyai halakah atau majelis di Masjid Nabawi untuk menyampaikan ilmu. Majelis beliau berbentuk halakah, yaknimajelis yang berbentuk melingkar seperti lingkaran yang kosong tengahnya.  Perkembangan bentuk majelis halakah ini ternyata sangat relevan pada era modren sekarang. Bentuk majelis halakah banyak disukai orang karena sesuai dengan fitrah manusia yang mencintai berhadap- hadapan dalam berkomunikasi. Lihatlah kelas yang menerapkan active learning, ruang sidang, ruang diskusi, ruang mudzakarah, stadion olahraga, dan lain –lain semuanya berbentuk melingkar.

Metode pengajaran yang dilakukan nabi dalam hadist ini adalah metode halakah ( lingkaran) jemaah duduk berbentuk melingkar. Ternyata beberapa penemuan psikologi mutakhir menunjukkan bahwa cara ini sangat efektif kalau digunakan membahas suatu topik.

Pada suatu ketika beliau duduk bersama para sahabat di majelis itu. Kemudian datanglah tiga orang menghadap  di majelis beliau setelah berjalan- jalan di sekitarnya. Setelah melihat ada majelis sebagian mereka ingin ikut bergabung dan sebagian lain berpaling. Sebagaimana yang di beritakan nabi :

 فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِي الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيْهَا

  “ salah satu dari mereka melihat tempat kosong di majelis halakah ( majelis berbentuk melingkar dari depan )”

          Salah satu diantara tiga orang tersebut mengambil tempat terdepan yang masih kosong. Keduanya, mengambil tempat dibelakangnya dan yang ketiga kembali pulang tidak jadi bergabung. Setelah selesai majelis Rasulullah SAW menjelaskan tiga macam orang tersebut dengan didahului pertanyaan yang mengundang penasaran. Maukah kalian saya beritahu tentang tiga orang tersebut? Tentunya penjelasan beliau ditunggu oleh para sahabat:

1.      Duduk Di Majelis Terdepan

Penjelasan beliau :

 أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلىَ الله فَآوَاهُ الله

 “ Adapun salah satu diantara mereka berlindung ( mendekat ) kepada Allah pun memberikan tempat kepadanya.”

          Salah satu diantara mereka yakni yang mengisi tempat yang kosong dibaris terdepan dari halakah itu, berlindung kepada Allah, artinya bergabung dengan majelis Rasul, balasannya Allah pun melindunginya. Perlindungan Allah dimaksudkan dilindungi rahmad dan rida-nya. Ini adalah sikap anak didik yang paling baik di majelis ilmu atau di kelas.

2.      Duduk Di Belakang

 وَأَمَّا اْلآخَرُ فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَاالله مِنْهُ

  “ Adapun yang kedua merasa malu, maka Allah pun menghargai malunya. Maka Allah pun menghargai malunya.”

    Al- Asgalany dalam kibabnya Fath al- Bary menjelaskan makna kata malu bagi orang kedua ini, bahwa al- Qadhi’ Iyadh berkata; bahwa ia malu dari nabi dan para sahabat yang hadir kalau tidak ikut duduk, Anas menjelaskan dalam periwayatannya; orang itu malu kalau pergi dari majelis. Atau orang kedua ini malu berdesakan duduk di depan, maka ia duduk dibelakangnya. Balasan orang kedua ini, Allah pun malu daripadanya, maknanya, Allah memberi rahmat dan tidak memberi hukuman tetapi tentunya tidak seperti murid yang duduk di barisan depan.

   Sikap anak murid yang kedua ini masih dinilai baik, karena masih mau hadir sekalipun tidak seperti orang yang pertama di atas. Jika ia duduk di belakang karena malu berdesakan di depan sementara di depan memang sudah tidak ada tempat kosong sikap anak ini terpuji.

3.      Berpaling Pulang

وَأَمَّاالآخَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ الله عَنْهُ 

   Dan yang lain berpaling, maka Allah pun berpaling daripadanya.”

    Sikap orang ketiga sama sekali tidak menghargai ilmu, begitu lewat majelis tidak bergabung duduk disitu, tetapi berpaling dan pulang tanpa ada uzur. Sikap anak peserta didik seperti ini balasannya sama dengan perbuatannya Allah pun berpaling dari padanya yakni Allah murka kepadanya.

Seseorang yang menghargai majelis dinilai sebagai orang yang hormad kepada ilmu dan guru, dan ini salah satu adab etika majelis. Menghargai majelis berarti pula menghargai ilmu dan guru, di antara menghargai guru dalam majelis sebagaimana yang disebutkan al- Zarnujiy adalah tidal berjalan di hadapan guru, tidak menempati tempat duduk guru, tidak memulai pembicaraan kecuali dengan izinnya, tidak berbicara ketika guru kelelahan dan memelihara waktu. Singkatnya mencari rida guru dan menjauhkan segala sesuatu yang dibenci guru selagi tidak maksiat kedapa Allah.

        Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad Dari Ubadah bin al- Shamit Rasulullah SAW bersabda :

لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيْرَنًا وَ يَرْحَمْ صَغِيْرَنًا ويَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّه

 “ tidak tergolong umatku orang yang tidak memuliakan orang yang tidak memuliakan orang tua kita, tidak sayang orang kecil diantara kita dan tidak mengetahui hak orang yang alim kita.” (HR.Ahmad )

    Addullah Nashih Ulamawan memaparkan tentang perlunya murid menjaga etika dalam majelis atau dalam kelas antara lain secara garis besar; murid duduk dengan sopan, tenang, merendah diri dan hormat, mendengarkan dan memperhatikannya tanpa menoleh kesana kemari kecuali ada keperluan. Demikian juga etika murid dihadapan gurunya tidak mengulurkan tangan,atau kakinya,tidak memukul- mukul meja dan lain- lain.[1]

d.      Pelajaran yang dipetik dari hadist

1.      Diantara etika duduk di majelis atau dikelas duduk terdepan di majelis ilmu selama ada tempat yang kosong

2.      Anjuran duduk di majelis atau kelas sampai selesai pembelajaran

3.      Keutamaan malu duduk berdesak- desakkan kemudian duduk dibelakangnya

4.      Kurang utama duduk di belakang sementara tempat duduk depannya yang disediakan masih kosong kecuali ada uzur

5.      Tercela meninggalkan majelis tanpa uzur

 

B.       Karakter Menerima Pelajaran

عَنْ أبى مُوسَ عن النبي صلى الله عليه وسلم قَالَ مَثَلُ مَا بَعَشَنِي الله بِهِ مِن الْهُدَى والعِلْمِ كَمَثَلِ الغَيْبِ الْكَشِيْرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءِ فَأَنْبَتَتْ الْكلأَ وَ الْغُشْبَ الْكَشِيْرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ الله بِهَا النَّاسُ فَشَرِبُوْا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيْعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً وَلاَ تُنْبِتُ كَللأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِيْنِ الله وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي الله بِه فَعَلِمَ وَعَلّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى الله الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ ( متفق عليه ).

a.      Terjemahan

Dari Abi Musa radiyallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya perumpamaan petunjuk (hidayah) dan ilmu yang dengannya aku diutus oleh Allah bagaikan hujan yang jatuh mengenai bumi. Diantaranya ada bumi yang subur,ia dapat menerima air kemudian menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rumput yang lebat. Diantaranya ada bumi yang tandus (tanah berbatu padas) yang dapat menahan air, lalu dengannya Allah memberikan manfaat kepada manusia, sehingga mereka dapat minum, menyirami, dan bercocok tanam daripadanya. Dan (air hujan) ada yang mengenai sebagian bumi, sesungguhnya ia tanah licin tidak dapat menahan air dan tidak dapat menumbuhkan tanaman. Demikian itu perumpamaan orang yang mengkaji agama Allah dan bermanfaat apa yang aku diutus dengannya, ia mengetahui dan mengajarkan (kepada orang lain) dan perumpamaan orang tidak peduli (tidak mampu mengambil manfaat apa yang aku diutus dengannya) dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya.” (HR. Muttafaq Alayh)

b.      Kosa kata ( mufradat )

·         مَا بَعَشَنِي الله      : sesuatu yang aku utus dengannya

·         الغَيْبِ              : hujan

·         طَائِفَةً               : sebidang tanah

·         نَقِيَّةٌ                 : subur

·         فَأَنْبَتَتْ              : menumbuhkan

·         الْكلأَ وَ الْغُشْبَ     : tumbuh- tumbuhan dan rumput yang hijau

·         أَجَادِبُ              : tanah tandus yang tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan

·         أَمْسَكَتْ             : menahan

·         قِيْعَانٌ               : tanah datar licin ( berlumut )

·         فَقُهَ                  : paham

·         لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا : tidak peduli, tidak memerhatikan, perpaling dari ilmu

c.       Penjelasan (Syarah Hadis)

            Rasulullah shallallahu alaihi wasallam membuat perumpamaan yang indah tentang ilmu dan petunjuk yang diberikan kepada manusia bagaikan hujan yang menyirami bumi. Kedua perumpamaan bumi dan manusia membutuhkan siraman, bumi perlu siraman air agar menjadi tanah yang subur dan dapat menumbuhkan tanaman-tanaman yang hijau kemudian dimanfaatkan untuk manusia. Demikian halnya hati manusia perlu disiram dengan petunjuk dan ilmu, agar hatinya menjadi subur menerima petunjuk mendapatkan ketenangan, kemudian diamalkan dan diajarkan sehingga manfaatnya lebih luas. Al-Qurthubiy menyatakan, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam membuat perumpamaan agama yang dibawanya bagaikan hujan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Demikian juga, keadaan umat sebelum datangnya rasul menunggu kehadirannya. Sebagaimana hujan berperan dapat menghidupkan bumi yang mati, ilmu juga dapat menghidupkan hati yang mati.

            Pada hadis diatas ada tiga karakter manusia sebagai anak didik dalam menerima ilmu atau petunjuk yang dumpamakan seperti ragam tanah atau bumi ketika menerima siraman hujan dari langit, sebagai berikut:

1.      Bagaikan bumi subur

Karakter anak didik diupamakan seperti bumi subur ketika disiram dengan air hujan. Bumi itu dapat minum atau menyerap air, menumbuhkan tanam-tanaman, tumbuh-tumbuhan, dan rumput hijau yang subur. Dalam hadis disebutkan:

فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءِ فَأَنْبَتَتْ الْكلأَ وَ الْغُشْبَ الْكَشِيْرَ

“Diantaranya ada bumi yang subur, ia dapat menerima air kemudian menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rumput yang lebat”

 

Karakter anak didik pertama ini karakter yang terbaik diantara tiga karakter yang ada nanti, karena karakter inilah yang menjadi tujuan pendidikan, yaitu membentuk pribadi anak didik yang baik dan memiliki ilmu pengetahuan  yang bermanfaat yakni diamalkan dan diajarkan. Alangkah manfaatnya jika tanah yang subur itu dapat menumbuhkan berbagai buah-buahan dan sayur mayur yang mengandung vitamin yang amat penting bagi kesehatan manusia. Alangkah manfaatnya ilmu seseorang yang diamalkan dan diajarkan kepada orang lain dapat  menerangi dirinya dan masyarakat disekitarnya. Orang pertama ini disebut sebagai orang alim yang mengamalkan ilmunya untuk dirinya dan mengajarkannya kepada orang lain.

 

2.      Bagaikan bumi tandus dan gersang

وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ الله بِهَا النَّاسُ فَشَرِبُوْا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا

“Diantaranya ada bumi yang tandus (tanah berbatu padas) yang dapat menahan air, lalu dengannya Allah memberikan manfaat kepada manusia, sehingga mereka dapat minum, menyirami, dan bercocok tanam padanya.”

Bumi tandus ini hanya dapat menampung air belaka,  tetapi tidak dapat menyerap untuk menumbuhkan tanam-tanaman atau tumbuh-tumbuhan. Memang ia dapat memberi manfaat kepada manusia seperti untuk minum, untuk menyirami dan untuk bercocok tanam, tetapi ia tidak dapat mengambil manfaat untuk dirinya. Ini sebuah perumpamaan karakter anak didik yang pandai, cerdas, dan pintar semua buku sudah dibaca dan seolah-olah  semua ilmu dikuasai. Tetapi ilmu itu sebatas diajarkan dan diinformasikan kepada orang lain, sementara ilmu itu tidak diamalkan untuk dirinya. Karakter anak didik kedua ini bagaikan lilin yang menerangi benda disekitarnya, tetapi membakar dirinya.

Karakter kedua ini kurang etis, seharusnya ilmu yang telah didapatkan untuk kepentingan diri sendiri terlebih dahulu, kemudian keluarga dan baru untuk orang lain. Orang kedua ini hanya memindahkan berita, hanya meriwayatkan, hanya menyampaikan, dan hanya menceritakan nya kepada orang lain.

3.      Bagaikan Bumi Licin Mendatar

Bentuk karakter anak didik ketiga diumpamakan seperti bumi licin mendatar tidak dapat menyerap dan tidak dapat menampung air. Rasulullah sebutkan perumpamaan itu:

وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيْعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً وَلاَ تُنْبِتُ كَللأً

“Dan (air hujan) ada yang mengenai sebagian bumi, sesungguhnya ia tanah licin tidak dapat menahan air dan tidak dapat menumbuhkan tanaman.”

Karakter sebagian anak didik ketiga ini tidak dapat berbuat sesuatu yang bermanfaat baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Mereka tidak dapat menyerap ilmu dan tidak dapat menampung ilmu. Tidak ada ilmu yang menempel diotak mereka, tidak ada ilmu yang dapat menumbuhkan buah amal nyata untuk dirinya dan tidak ada orang lain yang mendapat pengajaran daripadanya. Mereka tidak mau mendengarkan ilmu atau mau mendengar tetapi tidak memelihara ilmu itu, tidak untuk diamalkan dan tidak untuk diajarkan.

Karakter ketiga ini yang terendah diantara tiga karakter diatas, karena keberadaan nya kurang berfungsi sebagai anak didik, keberadaannya kurang bermanfaat dari berbagai arah.

Orang ketiga ini tidak mau mengambil manfaat dari petunjuk dan ilmu yang dibawa Nabi dan tidak memberi manfaat kepada orang lain, bahkan tidak menerima petunjuk atau ilmu dari nabi. Kalau demikian halnya bisa jadi tergolong orang kafir.[2]

d.      Pelajaran yang Dipetik dari Hadis

a. Anjuran menuntut ilmu, mengamalkan dan mengajarkannya secara serius dan sungguh-sungguh

b. Karakter anak didik dalam menerima pelajaran ilmu bagaikan bumi yang disirami air diantara bumi ada yang subur, ada yang tandus, dan ada yang licin berlumut

c. karakter anak didik dalam menerima pelajaran ilmu: pertama, paham ilmu mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain. Kedua, paham ilmu tidak mengamalkan tetapi mengajarkannya kepada orang lain. Ketiga, tidak faham, tidak mengamalkan, dan tidak mengajarkannya.

d. keutamaan penggabungan belajar dan mengajar

C.      Tidak Melalaikan Pelajaran

وعن عقبة بن عامر الجهينى – رضى الله عنه أنّه قال : قَال رسول الله – صلى الله عليه وسلم(( مَنْ عُلِّمَ الرَّمْيَ ، ثُمَّ تَرَكَهُ، فَلَيْسَ مِنَّا ، أَوْ فَقَدْ عَصَى )) رواه مسلم

a.      Terjemah

Dari Ugbah bin Amir al- Juhayniy berkata: Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang telah diajari panah memanah kemudian ia tinggalkannya, maka ia tidak tergolong umatku atau sungguh ia durhaka.” ( HR. Muslim ).

b.      Kosakata ( Mufradat )

·         الرَّمْى : memanah, melempar

·         تَرَكَهُ   : meninggalkannya, membiarkannya

·         عَصَى : maksiat, berbuat kesalahan, berdosa.

c.       Penjelasan ( Syarah Hadist )

            Pada zaman Nabi keterampilan yang diperlukan adalah panah memanah, maka pada era modren pemaknaanya bisa berkembang menjadi keterampilan menembak, mengendarai pesawat perang, kapal selam, dan lain- lain. Semua itu keterampilan yang dipersiapkan untuk untuk memperkuat barisan ummat dalam pertahanan. Tetapi pada era ketenangan yang bebas dari peperangan interpretasinya dapat dikembangkan diberbagai medan yang mempunyai tujuan yang sama, yakni memajukan ummat dalam mencapai dunia dan akhirat.

           Ilmu dan keterampilan jika sudah dikuasai tidak boleh di lupakan, harus selalu diingat dan bahkan dikembangkan secara enovatif. Maksud hadist bahwa orang yang sengaja melalaikan ilmu atau keterampilan yang telah dikuasai. Maksud melalaikan adakalanya kurang memperhatikan ilmu atau keterampilan yang telah dikuasai serta tidak ada usaha merawatnya dengan baik sehingga ilmunya hilang.[3]

d.      Pembelajaran yang dapat di petik

·         Anjuran berlatih ilmu tertentu secara terampil, terutama yang dapat mendukung perjuangan dalam islam

·         Anjuran mengembangkan bakat atau keahlian peserta didik pada keterampilan tertentu yang bermanfaat dan sesuai dengan perkembangan zaman.

 

D.      Pemerhati Ilmu

عَنْ أَبِيْ رِفَاعَةَ اِنْتَهَيْتُ إِلَى النَّبيّ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ يَحْطُبُ قَالَ فَقُلْتُ يَارَسُول االله رَجُلٌ غَرِيبٌ جَاءَ يَسْأَلُ عَنْ دِيْنِهِ لاَ يَدْرِيْ مَا دِيْنُهُ قَالَ فَأَقْبَلَ عَلَيَّ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم وَتَرَكَ خُطْبَتَهُ حَتَّى اِنْتَهَى إِليَّ فَأُتِيَ بِكُرْ سِيِّ  حَسِبْتُ قَوَائِمَهُ حَدِيْدًا قَالَ فَقَعَدَ عَلَيْهِ رسول الله صلى الله عليه وسلم وَجَعَلَ يُعَلِّمُنِي مِمَّا عَلَّمَهُ الله ثُمَّ أَتَى خُطْبَتَهُ فَأَتَمَّ آ خِرَهَا ( رواه مسلم ).

a.      Terjemahan

            Dari Rifa’ah Tamim bin Usaid r.a berkata : saya datang kepada nabi SAW dan beliau sedang berkhotbah, kemudian saya berkata : “ wahai Rasululah ada seorang laki- laki datang menanyakan tentang agamanya karena iya belum tau seluk beluk agamanya.” Rasululah menghadap saya dan menghentikan khotbahnya kemudian diambilkan sebuah kursi ( saya kira kursi itu kakinya dari besi ) beliau duduk diatas kursi itu lantas mengajarkan kepada saya apa yang telah di ajarkan Allah, kemudian Rasulullah kembali berkhotbah dan menyelesaikannya sampai akhir ( H.R. Muslim ).

b.      Kosa kata

·         يَحْطُبُ         : khutbah jum’at

·         غَرِيبٌ          : Asing

·         يَسْأَلُ عَنْ دِيْنِهِ  : Bertanya tentang agama yang wajib diketahui

 

c.       Penjelasan ( syarah hadist )

            Hadist diatas menjelaskan kasih sayang dan perhatian Nabi SAW terhadap seorang yang asing yang baru masuk islam ingin menanyakan sesuatu hal yang wajib diketahui berkaitan dengan agama yang baru dipeluk. Sekalipun beliau harus menghentikan khutbahnya dan melayaninya untuk mengajarkan ilmu kepadanya. Beliau duduk di atas kursi memberi pelajaran kepadanya kemudian melanjudkan khutbahnya sampai selesai.

 رَجُلٌ غَرِيبٌ جَاءَ يَسْأَلُ عَنْ دِيْنِهِ

 “ Ada seorang laki- laki asing datang menanyakan tentang agamanya.”

        Kalimat ini suatu pemberitaan yang menunjukkkan pentingnya kekhadiran seorang tamu yaitu, tentang agama yang belum diketahui. Oleh karena itulah beliau meninggalkan khutbahnya sementara, melihat ada hal yang penting. Beliau mendahulukan mana yang paling penting. Barang kali laki- laki itu menanyakan masalah keimannan dan dasar- dasarnya. Para ulama sepakat bahwa jika laki- lakiyang datang itu bertanya tentang keimanan dan cara masuk islam, wajib segera dijawab pertanyaannya dan wajib segera di ajarkannya. Hadist ini juga menunjukkkan perhatian seorang murid terhadap ilmu, ia harus mendatangi Nabi dan bertanya persoalan agama.

 فَأُتِيَ بِكُرْ سِيِّ 

  “ kemudian didatangkan sebuah kursi”

       Rasulullah meninggalkan khutbahnya duduk diatas kursi untuk mengajarkan ilmu yang diberikan Allah. Ini dimaksudkan agar para sahabat lain dapat melihat dan dapat mendengar suara beliau. Seorang guru hendaknya duduknya diatas tempat yang tinggi sehingga dapat dilihat oleh murid- muridnya. Murid yang dapat melihat dan mendengarkan suara guru akan lebih dapat menyerap atau memahami apa yang disampaikannya.

  ثُمَّ أَتَى خُطْبَتَهُ فَأَتَمَّ آ خِرَهَا

  “ kemudian beliau kembali berkhutbah dan menyelesaikannya sampai akhir”

      Hadist diatas disamping menunjukkan perhatian guru terhadap ilmu dan orang yang mencari ilmu juga menunjukkan perhatian seorang murid terhadap ilmu. Seorang sahabat rela mendatangi Nabi hanya untuk bertanya tentang agama dan mau mendengarkan penjelasannya. Memang seperti itulah, seharusnya etika seorang murid terhadap ilmu dan terhadap guru yang membawa ilmu.[4]

d.      Pelajaran yang dapat dipetik dari hadist

1.      Sikap memerhati seorang murid terhadap ilmu tentang agamanya, tidak diam ketika mengetahui sesuatu masalah tetapi harus segera bertanya kepada yang ahlinya

2.      Sifat kasih sayang, peduli dan pemerhati seorang guru terhadap muridnya

3.      Segera menjawab peminta fatwa dan mendahulukan perkara yang lebih penting

4.      Kewajiban memberi pelajaran kepada orang yang bertanya tentang keimannan dan cara masuk islam.

     Ada beberapa karakteristik peserta didik sebagai berikut :

a.       Memiliki kemuliaaan ( martabat )

عن أنس قال سَمعت  ر سول الله صلى الله عليه وسلم يقول أكرموا أو لآ دكم وأحسنوا آدابهم

          “ dari anas, saya mendengar Rasulullah bersabda, “ muliakanlah anak- anakmu dan baguskanlah pendidikannya.” ( H.R. Al- Qadha’i )

        Dalam hadist ini, Rasululah memerintahkan agar orang tua memuliakan anaknya dan membaguskan pendidikannya. Anak atau peserta didik ( yang masih kecil ) belum tau apa- apa sebelum diajarkan oleh orang tua atau gurunya. Jasa orang tua guru sangatlah besar dalam kehidupan seorang anak. Beliau memrintahkan agar orang tua memuliakan anaknya. Perintahitu juga berarti guru memuliakan peserta didiknya karena keduanya sama- sama pendidik.

Memuliakan peserta didik berarti pendidik harus menghargainya sebagai seorang manusia atau makhluk Allah yang mulia dan bermartaba. Pendidik tidak boleh melakukannya secara semena – mena.

b.      Terdiri atas jasmani dan rohaninya

عن عبد الله حدّثنا رسول الله صلى الله عليه و سلم  إن أحدكم يجمع في بطن أممة أربعين يوما ثم يكون علقة مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك ثم يبعث الله إليه ملكا بأربع كلمات فيكتب عمله و أجله ورزقه وشقيّ أو سعيد ، ثم يفتخ فيه الرّوح.

  “ dari Abdullah, Rasulullah bersabda “ sesungguhnya salah seorang diantara kamu dikumpulkan pada perut ibunya selam empat puluh hari, kemudian ia menjadi segumpal darah sama seperti itu, kemudian ia menjadi segumpal daging sama seperti itu, kemudian Allah mengutus malaikat kepadanya dengan membawa empat kalimat; ditulis amalnya, ajalnya, rezekinya, dan apakah ia sengsara atau bahagia. Kemudian dihembuskan roh kepadanya....” ( H.R. Bukhari ).

    Diantara informasi yang terkandung dalam hadist di atas adalah bahwa manusia berasal dari dua unsur, yaitu jasmani dan rohani. Dalam pelaksanaan pendidikan pendidik sangat perlu perlu menyadari bahwa peserta didik membutuhkan materi dan non materi. Dan pengenalan terhadap diri dan Allah maha pencipta merupakan kebutuhan rohani yang sangat penting bagi setiap peserta didik.[5]

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan

            Pada uraian diatas telah dijelaskan mengenai salah satu hadist tentang karakter dan sifat    anak didik yang diantaranya sikap duduk di majlis, karakter menerima pelajaran, tidak  melalaikan pelajaran , serta menjadi pemerhati ilmu.

Adapun beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari hadist di atas adalah :

1.      Anjuran menuntut ilmu, mengamalkan dan mengajarkannya secara serius dan sungguh-sungguh

2.      Karakter anak didik dalam menerima pelajaran ilmu bagaikan Bumi yang disirami air di antara Bumi ada yang subur, ada yang tandus, da nada yang licin berlumut.

3.      Karakter anak didik dalam menerima pelajaran ilmu: pertama, paham ilmu mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain. Kedua, paham ilmu tidak mengamalkan tetapi mengajarkannya kepada orang lain. Ketiga. Tidak paham, tidak mengamalkan dan tidak mengajarkannya.

4.      Keutamaan penggabungan belajar dan mengajar

Dengan demikian, implikasi pendidikannya bahwa seorang siswa harus menghiasi diri dengan kesucian jiwa dan akhlak mulia dalam menuntut ilmu, sehingga dapat menerima pancaran cahaya ilmu dari Allah Swt. Jika tidak demikian, ilmu yang didapatkan oleh seorang peserta didik menjadi kurang bermanfaat dan tidak menghantarkan pemilik ilmu tersebut pada derajat takwa.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Majid Khon,Abdul.2012. Hadist tarbawi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Umar, Bukhari.2014. Hadis Tarbawi. Jakarta: Amzah



[1] Abdul Majid Khon, Hadist tarbawi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta; 2012, hal. 100-106

[2] Abdul Majid Khon, Ibid, hal. 107- 113

[3] Abdul Majid Khon, ibid, hal. 114-118

[4] Abdul Majid Khon, op. Cit, hlm. 119- 122

[5] Bukhari Umar,Hadis Tarbawi, Jakarta: Amzah,2014, hal.102-104


Post a Comment

Previous Post Next Post

Terkini